Pages

 

RPS Hadits

0 Comments
Mata kuliah Hadits ini mengkaji tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, metode pendidikan, etika hubungan guru dan murid, pendidikan diri, pendidikan anak, pendidikan keluarga, dan pendidikan masyarakat.
Read more...

RPS Metodologi Studi Islam

0 Comments
RPS
Mata kuliah ini membahas pengertian, asal-usul, macam-macam, unsur-unsur dan fungsi agama bagi kehidupan manusia. Pada mata kuliah ini juga dibahas kebutuhan manusia terhadap agama, Islam dalam pengertian yang sebenarnya, karakteristik dan prinsipprinsip ajaran Islam serta perbedaan Islam dengan agama lain, sumber dan pokok ajaran Islam. Selain itu pada mata kuliah ini dibahas tentang aspek ibadah, latihan spiritual dan ajaran moral dalam Islam, aspek sejarah dan kebudayaan Islam, pranata sosial tentang politik dan pemerintahan dalam Islam, pranata sosial tentang dakwah dan pendidikan dalam Islam, pranata sosial tentang: dakwah dan pendidikan, ekonomi dan kemasyarakatan, HAM dan demokrasi serta multikultural dan kesetaraan gender dalam Islam.
 
Read more...

Pedoman Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen PTAI

0 Comments
Sertifikasi dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada dosen. Program ini merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, dan memperbaiki kesejahteraan dosen, dengan mendorong dosen untuk secara berkelanjutan meningkatkan profesionalismenya. Sertifikat pendidik yang diberikan kepada dosen melalui proses sertifikasi adalah bukti formal pengakuan terhadap dosen sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi. Sertifikasi dosen merupakan program yang dijalankan berdasar pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah R.I No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen dan Peraturan Mendiknas RI Nomor 47 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen. ">
Read more...

Contoh DP3 untuk Dosen PTAIS

0 Comments
DP3 dosen indonesia


Syarat dalam Mengajukan Jabfung salah satunya adalah DP3. berikut contoh DP3 untuk Dosen PTAIS. Mekanisme dan aturan untuk para dosen baru dengan pendidikan minimla S2. Mekanisme peraturan dan persyaratan mengacu kepada DIKTI. Berikut contoh dari DP3 dan persyaratan yang harus dipenuhi secara Akademik bagi para Dosen baru :
  1. Ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi harus mempunyai ijin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk perguruan tinggi agama memiliki ijin pendirian dari Kementerian Agama, serta Program Studinya harus terakreditasi (A, B maupun C).
  2. ljazah dari Perguruan Tinggi luar negeri harus mendapat penyetaraan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud.


  ">
Read more...

Panduan Penetapan Angka Kredit (PAK) Dosen Kementrian Agama

0 Comments
kredit

Penetapan Angka Kredit Dosen adalah salah satu hal terpenting. dan Wajib hukumnya setiap Dosen Melakukan PAK. dan setiap Dosen juga harus paham akan Alur dan Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan Jabatan Fungsional tersebut. di bawah ini ada Panduan PAK dari Kementrian Agama semoga bisa bermanfaat.
  ">
Read more...

Buku Psikologi Agama

0 Comments
Psikologi Agama merupakan cabang ilmu psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan pengaruh usia masing-masing. Tegasnya psikologi agama mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam prilaku dan kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman agama manusia. Buku ini merupakan Output dari mata kuliah Psikologi Agama. Yang mana perkuliahan dilaksanakan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (Distance Learning) sebagai Upaya Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sedang melanda Indonesia. Dalam buku produk Mahasiswa PAI Semester 2 STAI Muhammadiyah Klaten ini membahas materi dari pembelajaran Psikologi Agama antara lain sebagai berikut:  Definisi dan Pengalaman Beragama  Psikologi Agama (Pendekatan, Metode, dan Sejarah)  Agama: Perspektif Biologis  Agama: Perspektif Otak  Agama: Pendekatan Behaviorisme  Studi Korelasi Agama  Studi Laboratorium Agama  Agama: Pendekatan Psikoanalis  Agama: Pendekatan Psikologi Humanistic  Agama dan Kesehatan Mental  Agama dan Koping  Agama: Prasangka dan Hak Asasi Manusia  Agama dan Konflik Pemesanan : 085642588866 Email : uzwa.staimklaten@gmail.com
Read more...

Buku Kepemimpinan Transformasional dalam Manajemen Pendidikan

0 Comments
Judul Buku : Kepemimpinan Transformasional dalam Manajemen Pendidikan Islam ISBN : 978-623-7033-33-2 Contac : 085642588866 Email : uzwa.staimklaten@gmail.com
Read more...

SIMULASI USBN PAI (SMA/SMK/SEDERAJAT)

0 Comments
Buku sederhana ini merupakan Kumpulan Soal-soal beserta Kunci Jawabannya untuk membantu memudahkan siswa dalam Belajar Khususnya Mata Pelajaran PAI untuk SMA/SMK/sederajat. Pemesanan : 085642588866
Read more...

Download RPS Microteaching

0 Comments

muhammadiyah


Diskripsi Mata Kuliah

Mata Kuliah ini memberikan berbagai ragam pengetahuan dan latihan keterampilan dasar mengajar secara khusus (most specific instructional behaviours),  dalam proses pembelajaran untuk  calon guru profesional dan memenuhi sertifikasi keahlian kependidikan, yang berisikan konsep-konsep keterampilan secara teoritis dan praktis, yang mencakup keterampilan membuka dan menutup, mengelola kelas, memberikan penguatan, menjelaskan stimulus yang bervariasi, membimbing diskusi kelompok,  bertanya dan menjawab, memberikan penjelasan dan lain sebaginya.

Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)

1. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri. 
2. Mampu bertanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervisi serta evaluasi terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepada anggota yang berada di bawah tanggung jawabnya; 
3. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada di bawah tanggung jawabnya, dan mampu pembelajaran secara mandiri;

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CP-MK) 

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Keterampilan Dasar Mengajar  (Microteaching)
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Landasan, Tujuan, fungsi, Manfaat  dan Prosedur Keterampilan Dasar Mengajar (Microteaching)3. Mahasiswa mampu menjelaskan Karakteristik , Persayaratan, dan perencanaan Ketrampilan Dasar Mengajar (Microteaching).    
Read more...

RPS Manajemen Pendidikan

0 Comments
rps

Rencana Pembelajaran Semester (RPS) adalah dokumen perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan perkuliahan selama satu semester untuk mencapai capaian pembelajaran yang telah ditetapkan. Berikut adalah panduan pengisian RPS untuk format yang berlaku di Universitas Islam Indonesia.

Rencana Pembelajaran Semester (RPS) adalah dokumen perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan perkuliahan selama satu semester untuk mencapai capaian pembelajaran yang telah ditetapkan. Di perguruan tinggi perangkat pembelajaran yang digunakan oleh pengajar atau dosen dikenal dengan Rencana Pembelajaran Semester atau disingkat RPS. Rencana pembelajaran semester (RPS) atau istilah lain paling sedikit memuat :

  1. Nama program studi, nama dan kode mata kuliah, semester, sks, nama dosen pengampu
  2. Capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata kuliah

  ">
Read more...

PPT. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

0 Comments
Power Poin dari materi Perkuliahan, dengan sub materi "Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia" semoga bermanfaat
Read more...

Isu-Isu Dalam Pendidikan Islam

0 Comments

DAFTAR ISI


Daftar Isi                                          
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah                                          
B. Rumusan Masalah                                          
C. Tujuan Penulisan                                          

BAB II PEMBAHASAN
A. Isu Pendidikan Islam                                  
B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam                                  
C. Problem Pendidikan Islam                                  
D. Realitas dan Problem Pembelajaran PAI                                  
E. Kunci Sukses Guru PAI                                          

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan                                          
B. Saran-saran                                          

Daftar Pustaka                                          



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Istilah pendidikan Islam dipergunakan dalam dua hal, yaitu: satu, segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa. Dua, keseluruhan lembaga pendidikan yang mendasarkan segenap program dan kegiatannya atas pandangan dan nilai-nilai Islam. Apakah problematika Pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini? Salah satu cara adalah melihat pendidikan Islam di Indonesia sebagai bagian dari seluruh jenis pendidikan yang ada dan kemudian mengkaji persoalan terdapat dalam dunia pendidikan Islam. Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini ialah bagaimana mempersiapkan generasi muda, agar memiliki kemampuan di kemudian hari untuk menjawab segenap tantangan yang mereka hadapi secara memadai.

Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah, sekolah dan perguruan tinggi Islam) mempunyai misi penting yaitu mempersiapkan generasi muda ummat Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan ummat dan bangsa di masa depan.  Pentingnya misi lembaga pendidikan Islam ini disebabkan karena hampir seratus persen siswa atau mahasiswa yang belajar di lembaga pendidikan Islam adalah anak-anak dari keluarga santriiii.  Hal ini berbeda dengan keadaan di sekolah atau perguruan tinggi umum yang siswa atau mahasiswanya merupakan campuran antara anak keluarga santri dan keluarga abangan. Apabila kualitas pendidikan yang mereka peroleh di madrasah bagus, maka, insya Allah, mereka akan menjadi orang yang berkualitas dan akan memainkan peran penting sebagai pemimpin ummat, masyarakat, dan bangsa.  Sebaliknya, apabila kualitas pendidikan yang mereka peroleh di madrasah tidak bagus, maka kemungkinan mereka untuk berperan dalam percaturan bangsa akan menjadi amat kecil. Salah-salah, mereka akan menjadi bagian problem masyarakat dan bukan bagian penyelesaian problem masyarakat.

Pendidikan merupakan sebuah yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat manusia. Karenanya manusia harus senantiasa mencari dan menuntut ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu factor penting yang mengharuskan manusia untuk selalu mengembangkan keilmuannya agar dapat beradaptasi di dunia modern yang kaya akan kemajuan ilmu dan teknologi.
Pendidikan agama islam di sekolah umum hingga saat ini, masih menghadapi berbagai persoalan dan tantangan serta kritikan dari berbagai pihak, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Bahkan sebagian masyarakat cenderung berpendapat, meskipun terkesan sangat subjektif dan sepihak, bahwa “biang kerok” berbagai krisis sosial  dan moral yang dialami bangsa ini adalah disebabkan oleh gagalnya pendidikan agama di sekolah dalam membentuk moralitas masyarakat bangsa ini, khususnya para pelajar.
Sekolah merupakan sarana dan tempat menuntut ilmu bagi para peserta didik, juga tempat memperkaya dan memperluas keilmuan peserta didik.
   Dalam makalah ini, penulis akan membahas dan mengulas tentang isu-isu pendidikan agama Islam di sekolah umum, yang meliputi pengertian pendidikan islam di sekolah umum, tujuan dam ruang ligkup pendidikan agama islam, problematika pendidikan agama Islam serta solusi dari problematika pendidikan Islam

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut di atas, kami membuat suatu rumusan masalah agar pemahaman dari makalah ini dapat lebih spesifik, lebih dimengerti dan terarah pembahasannya. Adapun romusan masalah tersebut ialah:
1. Bagaimanakah isu pendidikan islam?
2. Uraikan ruang lingkup pendidikan islam!
3. Bagaimanakah problem pendidikan islam?
4. Bagaimana Realitas dan Problem Pembelajaran PAI
5. Bagaimana Kunci Sukses Guru PAI

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan, penyusunan dan pembahasan makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui isu pendidikan islam.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan islam.
3. Untuk mengetahui problem pendidikan islam pada madrasah.
4. Untuk mengetahui Realitas dan Problem Pembelajaran PAI
5. Untuk mengetahui Kunci Sukses Guru PAI



BAB II
PEMBAHASAN
A. Isu Pendidikan Islam

Madrasah adalah perkembangan modern dari pendidikan pesantren.  Menurut sejarah, jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, lembaga pendidikan Islam yang ada adalah pesantren yang memusatkan kegiatannya untuk mendidik siswanya mendalami ilmu agama.  Ketika pemerintah penjajah Belanda membutuhkan tenaga terampil untuk membantu administrasi pemerintah jajahannya di Indonesia, maka diperkenalkanlah jenis pendidikan yang  beroritentasi pekerjaan.  Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 ternyata melahirkan kebutuhan akan banyak tenaga terdidik dan terampil untuk menangani administrasi pemerintahan dan juga untuk membangun negara dan bangsa.  Untuk itu, pemerintah lalu memperluas pendidikan model barat yang dikenal dengan sekolah umum itu. Untuk mengimbangi kemajuan zaman itu, di kalangan ummat Islam santri timbul keinginan untuk mempermodern lembaga pendidikan mereka dengan mendirikan madrasah. 

Perbedaan utama madrasah dengan pesantren terletak pada sistem pendidikannya.  Madrasah menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional, pemberian pelajaran dan ujian yang terjadwal, bangku dan papan tulis seperti umumnya sekolah model Barat) sementara pesantren menganut sistem non-formal (dengan kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian pelajaran yang tidak seragam, sering tanpa ujian untuk mengukur keberhasilan belajar siswa, dan sebagainya).  Ciri lain yang umumnya membedakan keduanya adalah adanya mata pelajaran umum di madrasah.  Penambahan mata pelajaran umum pada kurikulum madrasah ini tidak berjalan seketika, melainkan terjadi secara berangsur-angsur.  Pada awalnya, kurikulum madrasah masih 100% berisi pelajaran agama, tanpa ada pelajaran umum (Jadi, seperti pesantren, hanya di madrasah ada bangku, papan tulis, ulangan, ujian, dan sebagainya).  Lulusan madrasah pada masa itu tidak dapat melanjutkan pelajarannya ke sekolah umum yang lebih tinggi, bahkan juga tidak dapat pindah ke sekolah umum yang sejenjang, karena memang kurikulumnya berbeda.  Orang tua yang ingin mendidik anaknya dalam ilmu agama dan ilmu umum terpaksa harus menyekolahkan anaknya di dua tempat, di sekolah umum dan di madrasah.  Pada tahun 1975, ada surat keputusan bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) yang menetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umum dan lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang lebih tinggi dan siswa madrasah boleh berpindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya.  Demikian pula sebaliknya.  Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum.  Berdasarkan kurikulum madrasah 1994,  kurikulum madrasah harus memuat 100% kurikulum sekolah umum.  Dalam undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang Berciri Islam (SUCI).

Madrasah di dalam perkembangannya memiliki struktur dan penjenjangan baik secara vertical seperti Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawuyah, Aliyah maupun horizontal dalam bentuk sekolah-sekolah kejuruan seperti PGA, PHIN, Muallimin, Kulliatul Muballighin dan lain-lain.
Pada tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri mengenai “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah.” Dalam Surat Keputusan Bersama itu, masing-masing Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementrian dalam Negeri memikul tanggung jawan dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan madrasah.
Minat ummat Islam terhadap madrasah sebenarnya cukup tinggi.  Di beberapa daerah, jumlah siswa madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah bahkan lebih banyak daripada jumlah siswa Sekolah Dasar atau SLTP.  Di mata mereka, madrasah memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan sekolah umum.  Madrasah, terutama yang ada di dalam pondok pesantren, memberikan bekal mental keagamaan (keimanan dan ketaqwaan) yang kuat kepada siswanya.  Dengan bekal mental yang kuat ini, diharapkan, apabila mereka menjadi pemimpin di kemudian hari, mereka akan menjadi pemimpin yang jujur, amanah, dan adil.

Sayang, kualitas lembaga yang mengemban misi penting ini, menurut banyak pengamat, amat memprihatinkan.  Kualitas pendidikan di madrasah yang ada di luar pondok, terutama yang yayasannya kurang kuat, sering berada di bawah standar, baik dilihat dari segi pendidikan agama maupun dari segi pendidikan umum.  Di bidang pendidikan agama madrasah ini kalah dari madrasah yang ada di dalam pondok dan, di bidang pendidikan umum ia kalah dari sekolah umum yang ada di sekitarnya. Madrasah yang ada di dalam pondok masih agak lumayan, walaupun kualitas pendidikan umumnya mungkin kalah jika dibandingkan dengan standar sekolah umum tetapi di bidang pendidikan agama kebanyakan dari mereka memiliki kualitas di atas standar.  Tentu saja, kekecualian-kekecualian juga ada.  Madrasah yang kualitas pendidikan umumnya lebih tinggi dari sekolah umum, seperti MIN Malang I, juga ada, walau sedikit sekali.

Persoalan ini menjadi makin serius apabila dikaitkan dengan isu besar akhir-akhir ini, yakni globalisasi.  Kalau banyak orang mengatakan bahwa bangsa Indonesia belum siap untuk memasuki era globalisasi, maka lulusan madrasah dikhawatirkan lebih tidak siap lagi menghadapi era globalisasi ini.  Kaitan antara globalisasi dan kesiapan madrasah menghadapinya itulah yang akan menjadi pokok bahasan makalah ini.  Makalah ini mula-mula akan membahas apa itu globalisasi dan apa ancaman serta peluang yang diberikannya kepada kita, para pengelola pendidikan Islam ini.  Berikutnya akan dibahas apa persyaratan agar seseorang dapat menghindari ancaman dan memanfaatkan peluang yang ditimbulkan oleh globalisasi itu.  Terakhir, akan dibicarakan apa yang harus dilakukan oleh madrasah atau lembaga pendidikan Islam agar lulusannya dapat tetap memainkan peran dalam masyarakat di era globalisasi. 

1. Era Globalisasi di Indonesia
Krisis yang melanda Indonesia saat ini menyadarkan kita bahwa kita kini bukan lagi sedang menghadapi era globalisasi, melainkan sudah memasuki era tersebut.  Krisis moneter adalah salah satu tantangan. Dampak dari krisis yang semula bersifat ekonomis itu ternyata melebar menjadi krisis politik dan sosial yang sampai saat ini, sesudah dua tahun, belum kunjung selesai.
Globalisasi adalah suatu proses proses mendunia akibat kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang telekomunikasi dan transportasi.  Globalisasi mengakibatkan orang tidak lagi memandang dirinya sebagai hanya warga suatu negara, melainkan juga sebagai warga masyarakat dunia.  Ia tidak lagi menganggap benar nilai-nilai yang selama ini dianut oleh masyarakat kampung, kota, propinsi, atau bangsanya, melainkan mulai membandingkannya dengan nilai-nilai yang dia pelajari dari bangsa lain.  Dalam bekerja pun, ia tidak lagi memandang wilayah negaranya sebagai tempat mencari nafkah, melainkan ia meluaskan pandangannya ke seluruh kawasan dunia sebagai lahan tempat ia mencari nafkah.  Contoh rakyat Indonesia yang berwawasan global adalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri.
Globalisasi di bidang ekonomi telah menimbulkan desakan-desakan agar diberlakukan perdagangan bebas antar bangsa.  Beberapa negara telah membentuk persekutuan di bidang ekonomi: Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), AFTA (Asean Free Trade Area), dan APEC untuk kawasan Asia Pasifik.

2. Peluang dan Ancaman Globalisasi
Globalisasi ini membawa dampak positif dan negatif bagi kepentingan bangsa dan ummat kita.  Dampak positif, misalnya, makin mudahnya kita memperoleh informasi dari luar sehingga dapat membantu kita menemukan alternatif-alternatif baru dalam usaha memecahkan masalah yang kita hadapi.  (Misalnya, melalui internet kini kita dapat mencari informasi dari seluruh dunia tanpa harus mengeluarkan banyak dana seperti dulu.  Demikian pula, dalam hal tenaga kerja, dana, maupun barang).  Di bidang ekonomi, perdagangan bebas antar negara berarti makin terbukanya pasar dunia bagi produk-produk kita, baik yang berupa barang atau jasa (tenaga kerja).  
Dampak negatifnya adalah masuknya informasi-informasi yang tidak kita perlukan atau bahkan merusak tatanan nilai yang selama ini kita anut.  Misalnya, budaya perselingkuhan yang dibawa oleh film-film Italy melalui TV, gambar-gambar atau video porno yang masuk lewat jaringan internet, majalah, atau CD ROM, masuknya faham-faham politik yang berbeda dari faham politik yang kita anut, dan sebagainya.  Di bidang ekonomi, perdagangan bebas juga berarti terbukanya pasar dalam negeri kita bagi barang dan jasa dari negara lain.  Kita terpaksa harus bersaing dengan produk dan tenaga kerja asing di negara kita sendiri.  Para pendatang asing yang, karena terpaksa, harus lebih ulet dan keras bekerja biasanya lebih berhasil daripada para penduduk domestik sehingga kesenjangan sosial tak terhindarkan dan kecemburuan sosial pun mudah timbul.  Kalau kita kalah bersaing, kita akan menjadi penonton di negeri sendiri.  (Contoh yang sudah terjadi adalah perfilman nasional).
Menghindari globalisasi sebagai proses alami ataupun menghilangkan sama sekali dampak negatif globalisasi itu barangkali tidak mungkin.  Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, kita harus menghadapi globalisasi ini dan menerima segala dampaknya, negatif maupun positif.  Oleh karena itu, tantangan yang kita hadapi sebagai kelompok elit ummat adalah: Bagaimana kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin dampak positif (peluang) globalisasi itu dan meminimalkan dampak negatif (ancaman) nya.  Kalau pertanyaan itu diarahkan kepada kita para pengelola lembaga pendidikan Islam ini, maka pertanyaan itu akan menjadi: Bagaimana lembaga pendidikan kita dapat menyiapkan lulusan yang akan bisa survive dalam era globalisasi ini, tetap dapat memainkan peranan penting dalam kehidupan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai muslim Indonesia.

3. Kunci Keberhasilan di Era Globalisasi
Perjanjian Perdagangan Bebas Antar Negara akan menimbulkan persaingan antar bangsa dalam memperebutkan pengaruh dan ekonomi.   Hukum persaingan di mana-mana adalah sama, yaitu siapa yang unggul, dialah yang akan menjadi pemenangnya.  Mereka yang tidak mempunyai keunggulan, akan menjadi pecundang.  Dalam bahasa dunia dewasa ini, keunggulan yang amat menentukan adalah keunggulan di bidang ekonomi dan iptek.  Inilah mata uang (currency) dalam kompetisi internasional dewasa ini.  Persaingan di bidang ekonomi dan iptek ini berarti persaingan di bidang kualitas sumber daya manusia.  Hanya bangsa yang memiliki SDM yang unggul di bidang ekonomi dan iptek lah yang akan keluar sebagai pemenang dalam kompetisi internasional ini.
Karena pendidikan adalah “usaha sadar suatu bangsa untuk membentuk generasi mudanya agar menjadi manusia sesuai yang dia idam-idamkan”, maka tantangan yang dihadapkan oleh globalisasi kepada pendidikan nasional adalah: mampukah pendidikan nasional menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang berkualitas sehingga mampu memenangkan persaingan antar bangsa (atau setidaknya survive) dalam era globalisasi itu?

Melalui repelita-repelita, pemerintah Indonesia telah berusaha untuk membangun bangsa ini dengan prioritas utama di bidang ekonomi (kesejahteraan duniawi).  Ekonomi Indonesia yang dulu bertumpu pada pertanian (ekonomi agraris) secara bertahap diubah menjadi bertumpu pada industri (ekonomi industri).  Perubahan ini tentu saja mengakibatkan perubahan kebutuhan tenaga kerja (kini pekerja pabrik lebih dibutuhkan daripada petani).  Orientasi produk Indonesia pun kini beralih ke pasar internasional untuk mendapatkan lebih banyak devisa bagi pembangunan bangsa.  Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di zaman industrialisasi ini, dan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah berkeinginan untuk mengubah komposisi mahasiswa di Indonesia dari yang, di tahun 1993/1994, 73% berada pada bidang studi ilmu sosial, 14% pada bidang studi IPA, dan 13% pada bidang studi Teknik menjadi 30% di bidang sosial, 25% di bidang IPA, dan 45% di bidang Teknik pada akhir PJP II.

4. Peran Madrasah dalam Menghadapi Globalisasi
Di muka telah dikemukakan bahwa madrasah menempati peran strategis bagi pendidikan generasi muda ummat Islam karena di sanalah tempat kebanyakan anak para santri mempersiapkan diri untuk menjalankan peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian hari.  Dalam konteks mempersiapkan anak didik menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi ini pun madrasah (lembaga pendidikan Islam) memiliki peran yang amat penting.  Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat, pemimpin masyarakat, dan pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini.  Sebaliknya, kegagalan madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat.  Naudzubillahi min dzalik.
Dibandingkan dengan pendidikan di sekolah umum, madrasah mempunyai misi yang mulia.  Ia bukan saja memberikan pendidikan umum (seperti halnya sekolah umum) tetapi juga memberikan pendidikan agama (melalui pelajaran agama dan penciptaan suasana kegamaan di madrasah) sehiingga, kalau pendidikan ini berhasil, para lulusannya akan dapat hidup bahagia di dunia ini (biasanya diukur secara ekonomis) dan hidup bahagia di akhirat nanti (karena ketaatannya pada ajaran agama).  Madrasah yang hanya menekankan pendidikan agama dan mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu memberikan potensi untuk bahagia di akhirat saja (walaupun ini masih lebih baik daripada hanya memperoleh kebaikan di dunia tanpa memperoleh kebahagiaan di akhirat)

Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan ini, madrasah harus juga menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka masuki.  Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan oleh lulusan sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan bangsa.  Mengingat dalam UUSPN (Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional), madrasah dikategorikan sebagai sekolah umum, maka lulusan madrasah pun berhak melanjutkan belajarnya ke perguruan tinggi umum, baik Fakultas Ilmu Sosial maupun Fakultas Ilmu Eksakta.  Terbukanya peluang untuk memasuki perguruan tinggi umum ini harus dimanfaatkan oleh madrasah sebaik mungkin, terutama untuk Fakultas Ekonomi, Teknik, dan Eksakta, fakultas-fakultas yang selama ini dijauhi oleh lulusan madrasah.  Hal ini disebabkan karena bidang-bidang ilmu itulah yang diperkirakan akan memainkan peran penting bagi pembangunan nasional pada masa-masa mendatang.  Untuk itu, madrasah harus meningkatkan kualitas pelajaran ilmu eksakta seperti matematika, fisika, dan biologi.  Madrasah harus mendorong para santrinya untuk mau bekerja di bidang ekonomi, teknik, dan ilmu eksakta murni agar bidang itu tidak hanya dikuasai oleh lulusan non-madrasah yang belum tentu memiliki mental keagamaan yang kuat.

Agar lulusan madrasah memiliki wawasan global, yang memandang bahwa seluruh muka bumi milik Allah ini adalah tempat mengabdi, maka madrasah pun harus memiliki wawasan global.  Bagaimana mungkin madrasah yang tidak memiliki wawasan global dapat menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan global?vii  Madrasah harus mempersiapkan anak didiknya agar dapat melanjutkan studi atau bekerja di luar negeri.  Untuk ini, maka penguasaan ketrampilan berbahasa asing (terutama Arab dan Inggris) menjadi amat penting.  Demikian pula pengenalan budaya dan bangsa asing.


B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
1. Pendidikan Agama Islam
Mendefinisikan pengertian pendidikan ditinjau dari berbagai tokoh tentu memiliki berbagai perbedaan, tetapi untuk memahami pengertian pendidikakn paling tidak dibutuhkan dua pengertian, yaitu:
a. Menurut Ngalim Purwanto yang dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan denga sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
b. Menurut Hasan Langgulung dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan merupakan proses pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap individu yang ada di dalamnya dan proses pemindahan niali-nilai budaya itu melalui pengajaran dan indoktrinasi.  

Jadi, Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup.  Istilah islam dapat dimaknai sebagai islam wahyu. Islam wahyu meliputi Al-Qur’an hadis-hadis Nabi.  

M. Yusuf al- Qardhawy memberikan pengertian bahwa, pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.  
Menurut Prof. Dr. Jalaluddin yang di kutip oleh Akmal Hawi, pendidikan Islam yaitu usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia, berdasarkan dan dengan pertimbangan latar belakang perbedaan individu, tingkat usaha, jenis kelamin, dan lingkungan masing-masing.

Jadi, pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan pendidikan  pada tujuan utamanya yaitu pengabdian kepada Allah secara optimal. Dengan berbekal ketaatan itu, diharapkan manusia itu dapat menempatkan garis kehidupannya sejalan dengan pedoman yang telah ditentukan sang pencipta. Kehidupan yang demikian itu akan memberi pengaruh kepada diri manusia, baik selaku pribadi maupun sebagai makhluk sosial, yaitu berupa dorongan untuk menciptakan kondisi kehidupan yang aman, damai, sejahtera dan berkualitas di lingkungannya.

2. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum
Di dalam UUSPN No. 2/1989 Pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain  pendididkan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang berangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk  mewujudkan persatuan nasional.

Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga mengahasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut takwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi, hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan Allah Swt.  
Dalam arti keyakinan beragama, (sebagai hasil pendidikan agama) diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembagan iptek, dan sebaliknya, pengembagan iptek berkeyakinan beragama. Sedangkan agamalah yang bisa menuntut manusia untuk memilih mana yang patut, bisa, benar, dan baik untuk dijalankan dan dikembangkan. Disinila letak peranan pendidikan agama islam dan sekaligus pendidikan (GPAI disekolah) dan mengantisipikasi perkembangan  kemajuan iptek. Dalam arti mampukah guru pendidikan agama islam menegakan landasan akhlakul karimah yang menjadi tiang utama ajaran agama islam, tatkala dominasi temuan iptek sudah demikian hebat dan menguasai segala perbuatan dan pikiran umat manusia.  

Antara ilmu pengetahuan dan pendidikan islam tidak dapat dipisahkan karena perkembangan masyarakat islam, serta tuntutannya dalam membagun manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga dan lebih penting lagi dapat yaitu dapat menemukan konsep baru ilmu pengetahuan yang utuh, sehingga dapat membagun masyarakat islam sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang diperlukan.  

3. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan ialah pembangunan manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya mencakup unsur-unsur jasmani dan rohani. Oleh karna itu, perkembangan lahiriah dan batiniyah yang selaras, serasi, dan seimbang harus tercapai.  
Seperti halnya dasar pendidikannya maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Hal ini sempat menimbulkan pandangan yang beragam daripada ahli didik terhadap pendidikan Islam. 
Menurut Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Selama hidupnya dan matinya pun tetap dalam keadaan muslim. Pendapat ini berdasarkan firman Allah dala Q.S. Ali Imran ayat 102:

يا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّذينَ آمَÙ†ُوا اتَّÙ‚ُوا اللهَ Ø­َÙ‚َّ تُقاتِÙ‡ِ Ùˆَلا تَÙ…ُوتُÙ†َّ Ø¥ِلاَّ Ùˆَ Ø£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah  kepada Allah dengan sebenar benarnya takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan musim”.

Tujuan pendidikan Islam memiliki karateristik yang ada kaitannya dengan sudut pandangan tertentu. Secara garis besarnya tujuan pendidikan Islam dapat dilihat dari tujuh dimensi utama. Setiap dimensi mengacu kepada tujuan pokok yang khusus. Atas dasar pandangan yang demikian, maka tujuan pendidikan Islam mencakup dimensi atau ruang lungkup yang luas.
a. Dimensi hakikat penciptaan manusia
Berdasarakan dimensi ini tujuan pendidikan Islam diarahakan kepada pencapaian target yang berkaiatan dengan hakikat penciptaan manusia. Dari sudut pandang ini maka pendidikan Islam bertujuan untuk membimbing peserta didik secara optimalkan agar mengabdi kepada Allah swt.
b. Dimensi tauhid
Mengacu pada dimensi ini, maka tujuan pendidikan Islam di arahkan kepada upaya pembentukan sikap taqwa. Dengan demikian pendidikan di tujukan kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba Allah yang taqwa.
c. Dimensi moral
Di dalam dimensi ini manusia dipandang sebagai sosok individu yang mempunyai potensi fitriah. Maksunya bahwa sejak di lahirkan, pada diri manusia sudah ada sejumlah potensi bawaan yang diperoleh secara fitrah. Menurut Qurais Shihab yang di kutip oleh Akmal Hawi, potensi ini mempunyai tiga kecendrungan utama yaitu yang benar, yang baik dan yang indah.
d. Dimensi perbedaan individu
Secara umum manusia memiliki sejumlah persamaan. Namun di balik itu sebagai individu, manusia juga memiliki berbagai perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Kenyataan ini menunjukan  bahwa manusia sebagai individu secara fitrah memiliki perbedaan. Selain itu perbedaan juga terdapat pada kadar kemampuan yang dimiliki masing-masing individu.
e. Dimensi sosial
Manusia adalah mahluk sosial, yaitu makhluk yang memilaki doromgan untuk hidup berkelompok secara bersamaa-sama. Oleh karena itu dimensi sosial mengacu pada kepentingan sebagai mahluk sosial, yang didasarkan pada pemahaman bahwa manusia hidup bermasyarakat.
f. Dimensi professional
Setiap manusia memiliki kadar kemampuan yang berbeda. Berdasarkan pengembangan kemampuan yang dimiliki itu, manusia diharapkan dapat menguasai keterampilan profesional. Maksudnya dengan keterampilan yang dimiliki itu agar dapat memenuhi keterampilan hidupnya.
g. Dimensi ruang dan waktu
Tujuan pendidikan Islam juga dapat dirumuskan atas dasar pertimbangan dimensi ruang dan waktu, yaitu dimana dan kapan.

Secara umum tujuan pendidikan agama Islam bertujuan untuk “meningkatkan keimanan, penghayatam, dan pengalaman peserta didik tentang agama, Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi PAI (kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup delapan unsur pokok, yaitu Al-Qur’an Hadis, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkrmbangan politik. Pada kurikulum tahun 1999 di dapat menjadi empat unsur pokok yaitu Al-Qur’an Hadis, Aqidah akhlak, fiqh atau bimbingan ibadah, serta tarikh atau sejarah Islam yang menekankan pada perkembangan ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.  

C. Problem Pendidikan Islam
Masyarakat Indonesia tidak sedikit yang lebih mempercayai lembaga pendidikan madrasah daripada sekolah umum. Kementerian Agama mencatat bahwa jumlah lembaga pendidikan madrasah tidak kurang dari 18 % dari seluruh lembaga pendidikan di Indonesia. Pada umumnya, (95%) madrasah berstatus swasta. Hanya sebagian kecil yang berstatus negeri. Lembaga pendidikan Islam ini diminati oleh masyarakat yang menghendaki para putra-putrinya memperoleh pendidikan agama yang cukup sekaligus pendidikan umum yang memadai. 

Masyarakat peminat madrasah sadar bahwa ukuran keberhasilan pendidikan pada umumnya dilihat dari perolehan nilai Ujian Nasional  atau  tatkala telah lulus diterima oleh lembaga pendidikan jenjang berikutnya. Tetapi, pandangan seperti ini tidak selalu dipegangi. Sekalipun, UN yang diperoleh rendah yang berakibat sulit mendapatkan lembaga pendidikan berkualitas berikutny, tidak dirasakan menjadi pertimbangan, yang penting putra-putrinya memperoleh pendidikan agama secara cukup. Mereka meyakini betul, betapa pendidikan agama menjadi sangat penting daripada lainnya.
1. Problem Kualitas
            Sebagian banyak madrasah, jika dilihat dari hasil Nilai Ujian Nasional pada umumnya masih rendah apalagi bila dibandingkan dengan sekolah umum pada umumnya. Kecuali beberapa yang rupanya ditangani secara khusus, ternyata juga berhasil unggul dan dapat meraih  prestasi lebih tinggi bilamana dibandingkan dengan prestasi sekolah umum pada umumnya. Tetapi jumlah yang berhasil berprestasi seperti ini masih terbatas jumlahnya. Sebut saja misalnya, sebagai contoh Madrasah Terpadu Malang, yaitu  Madrasah Ibtidaiyah Negeri, Madrasah Tsanawiyah Negeri dan Madrasah Aliyah Negeri Malang, prestasi akadmiknya setiap tahun selalu unggul dan dapat bersaing dengan lembaga pendidikan pada ummnya.

Membandingkan madrasah dengan sekolah umum, dengan  hanya melihat dari hasil belajar tahap akhir nasional sesungguhnya tidaklah adil. Kedua jenis lembaga pendidikan ini sesungguhnya menyandang visi dan misi dan kondisi yang agak berbeda. Visi, misi dan kondisi yang berbeda tentu berimplikasi pada beban belajar dan perangkat pendukung yang berbeda pula. Tetapi anehnya, sebagian masyarakat menuntut hasil yang sama hanya dari sebagian prestasi yang dihasilkan, katakanlah hasil UN nya. Padahal  keduanya sesungguhnya tidaklah sama. Sekolah umum pada umumnya berstatus negei. Dengan statusnya itu lembaga pendidikan pemerintah segala sesuatunya tercukupi sekalipun dalam batas-batas`minimal, misalnya guru, perpustakaan, laboratorium dan sarana pendidikan lainnya.

Berbeda dengan sekolah umum, madrasah yang pada umumnya berstatus swasta, maka selalu saja  mengalami serba kekurangan, misalnya guru yang mengajar belum tentu memperoleh imbalan kesejahteraan yang cukup, buku-buku belum tentu tersedia dan apalagi sarana dan prasarana lainnya. Demikian pula, beban belajar siswa, jumlahnya jelas lebih banyak. Pengertian terbaru madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas agama Islam. Mata pelajaran  yang bernuansa  muatan ciri khas jumlahnya tidak sedikit, yang hal ini merupakan beban tersendiri bagi para siswa. Siswa madrasah kemudian mengikuti dua jenis ujian, yaitu ujian madrasah (mata pelajaran ciri khas), dan juga mengikuti ujian akhir nasional. Ironisnya yang dilihat tatkala melihat mutu madrasah hanya tertuju pada ujian akhir nasional, dan tidak memperhatikan prestasi lainnya, misalnya keberhasilannya dalam memperoleh prastasi kecerdasan spiritual mapun emosionalnya. 

Semestinya, jika dua jenis lembaga pendidikan ini ingin diperbandingkan hasilnya, maka seharusnya segala sesuatu yang mendukung dan bahkan muatan beban pendidikannya harus diberlakukan secara sama. Membandingkan hasil pendidikan dari dua jenis lembaga pendidikan yang tidak sama kondisi dan latar belakang kekuatannya akan menghasilkan kesimpulan yang tidak adil. Jika prestasi madrasah hanya dilihat dari hasil UN maka sepertinya tidak memadai, semestinya dilihat juga prestasi lainnya. Misalnya, tidak banyak terdengar anak madrasah, bahkan tidak pernah ada, yang terlibat kenakalan remaja secara serius dalam berbagai bentuknya. Bukankah ini sesungguhnya sebuah prestasi yang perlu diperhatikan secara memadai.
2. Nasib Lembaga Pendidikan Swasta
Kelahiran lembaga pendidikan swasta tidak selalu didorong oleh alasan karena tidak adanya lembaga pendidikan, termasuk  lembaga pendidikan yang berstatus negeri. Sekalipun  ada sekolah negeri, tetapi jika masyarakat memiliki aspirasi berbeda dengan lembaga pendidikan negeri itu, maka apapun jadinya madrasah pun haus dibangun. Sementara masyarakat ada yang beranggapan bahwa lembaga pendidikan umum negeri dipandang belum memberikan pendidikan agama secara cukup. Bagi mereka yang memandang pendidikan agama lebih utama, maka mendorong masyarakat membangun lembaga pendidikan madrasah, sekalipun  belum tentu madrasah baru itu tersedia  tenaga pengajar maupun sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Akibatnya, pendidikan berjalan seadanya. 

Pemerintah lewat Kementerian  Agama sesungguhnya telah memperhatikan soal-soal yang terkait dengan  mutu hasil pendidikan, termasuk lembaga pendidikan yang diselenggarakan  masyarakat,  dengan memberlakukan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk  dapat diijinkan mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Tetapi pada kenyataannya, segala persyaratan itu dihiraukan dan muncullah lembaga pendidikan dimaksud.

Pada umumnya madrasah lahir dalam keadaan yang serba kekurangan. Bagi sementara masyarakat yang lebih dipentingkan adalah symbol yang disandangnya, yakni bernama madrasah. Perkara  isi pendidikan maupun hasil yang sebenarnya kurang memperoleh pertimbangan dan perhatian saksama. Kesadaran simbolik, berupa identitas yang disandang,  oleh sementara masyarakat  ternyata dikalahkan oleh ujuran-ukuran lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah sekalipun.

Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan seperti itu menjadi  tidak mudah. Masyarakat si empunya madrasah merasa memiliki otonomi seluas-luasnya. Tetapi sesungguhnya, jika pemerintah berketetapan hati meningkatkan kualitas  lembaga pendidikan semacam ini, masih tersedia pintu masuk seluas-luasnya, asal intervensi itu tidak mengganggu eksistensi dan aspirasi masyarakat pendirinya. Mereka dengan tangan terbuka  akan  bersedia menerima bantuan gedung, buku pelajaran  dan bahkan tenaga pengajar sekalipun. Persoalannya ialah apakah tersedia dana untuk itu dan lagi pula ada kemauan secara tulus mengikuti aspirasi masyarakat pecinta madrasah ini?
3. Lingkaran Setan Madrasah Swasta
Pada umumnya satu-satunya penyangga financial kehidupan madrasah adalah wali murid sendiri. Sekalipun madrasah berada di bawah yayasan, tidak berarti bahwa yayasan tersebut mampu  mencukupi seluruh kebutuhan madrasah.  Pendanaan yang bersumber masyarakat, sesungguhnya tidak mencukupi, baik yang dibayar awal masuk atau bulanan.  Besarnya dana yang dipungut  dari wali murid itu, umumnya juga tidak besar, apalagi madrasah yang berlokasi di daerah masyarakat miskin, amat kecil. Akibatnya, dana yang dapat dikumpulkan oleh madrasah juga kecil.

Kecilnya dana pendukung ini otomatis akan berpengaruh pada kecilnya kemungkinan madrasah memberikan insentif pada guru dan juga penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Padahal, kelemahan kedua factor pendidikan tersebut berakibat pendidikan dan pengajaran akan berjalan seadanya dan akibatnya kualitas pendidikan tidak akan dapat diharapkan. Kualitas hasil pendidikan yang rendah juga  mengakibatkan motivasi dan partisipasi masyarakat terhadap lembaga madrasah juga rendah. Akhirnya, rendahnya motivasi dan partisipasi juga berakibat kecilnya dana madrasah yang dapat dihimpun. Hubungan sebab akibat yang mengitari dan bahkan melilit-lilit kehidupan madrasah inilah yang disebut dengan lingkaran setan madrasah swasta.

Oleh karena itu, sebenarnya jika pemerintah menginginkan lahirnya lembaga pendidikan yang berkualitas, merata dan demokratis perlu kiranya memotong lingkaran setan yang mengitari madrasah  tersebut. Mulai dari mana lingkaran setan itu dipotong dan diganti dengan lingkaran malaikat, maka jawabnya terserah pada kemauan pemerintah. Dengan menyediakan anggaran yang cukup, sehingga madrasah dapat menghidupi para guru-gurunya, melengkapi sarana dan prasarana pendidikannya, menyediakan buku-buku pelajarannya, tanpa mengganggu kemauan aspirasi mereka, insya Allah persoalan ini dapat terselesaikan.

Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional telah  memberikan peluang bagi pemerintah memberikan perhatian secukupnya terhadap seluruh lembaga penyelenggara pendidikan, termasuk pendidikan madrasah. Madrasah dengan segala kelemahan dan kekurangannya,  pada hakekatnya telah dibangun  atas dasar niat yang tulus  yaitu ingin mengantarkan putra-putrinya berkesempatan mengenali ajaran agamanya (Islam) secara memadai. Pilihan masyarakat terhadap madrasah tersebut sebenarnya tidak sulit dipahami, sekalipun hasil pendidikan, misalnya  kurang unggul pada ranah intelektualnya, namun masih memiliki kelebihan pada ranah kecerdasan spiritual dan kepribadian yang pada saat ini sangat diperlukan oleh bangsa ini. Wallahu a’lam.
4. Problem Pendidikan Islam Masa Kini
Apakah sumbangan yang dapat diberikan oleh pendidikan Islam di Indonesia untuk membantu pendidikan nasional mengembangkan diri, sehingga ia mampu melahirkan angkatan baru dalam masyarakat Indonesia yang kian lama kian cerdas, kian terampil dan kian bijaksana, dalam menyelesaikan persoalan bangsa yang dihadapinya?



Sistem dan Struktur
Ada dua hal yang perlu dikaji mengenai Pendidikan Islam Indonesia sebagai suatu sistem, yaitu mengenai hubungannya dengan keseluruhan sistem pendidikan; dan mengenai struktur internal yang terdapat dalam tubuh Pendidikan Islam Indonesia. Dalam soal peremajaan sistem pendidikan formal, pendidikan Islam merupakan semacam "beban" yang harus diangkat oleh induknya, yaitu sistem pendidikan nasional pada umumnya. Sedangkan dalam soal pengembangan pendidikan nonformal, ia menjadi "pelopor" yang tak mudah diikuti. Pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada saat ini dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

Satu, Pendidikan Pondok Pesanten, ialah Pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional bertolak dari ajaran Alquran dan Al- Hadis, dan merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk mengajarkan para siswa sebagai jalan hidup (way of life);

Dua, Pendidikan Madrasah, ialah pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga model Barat yang mempergunakan metode pengajaran klasikal dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa;

Tiga, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat umum. 

Empat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga pendidikan umum sebagai mata pelajaran saja. Mengenai pendidikan jenis pertama (pondok pesantren) dan kedua (madrasah) tidak ada masalah. Mengenai pendidikan Islam jenis ketiga (pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah lembaga pendidikan seperti Universitas Islam, pada tingkat pendidikan tinggi; SMA, pada tingkat pendidikan menengah. Sedangkan SD dan SMP, pada tingkat pendidikan dasar.
Mengenai Pendidikan Islam jenis keempat, yaitu pelajaran agama Islam di sekolah umum, ada sedikit tambahan. Kegiatan pendidikan Islam jenis ini pada umumnya merupakan pendidikan keislaman yang sangat terbatas cakupannya dan banyak pihak yang berpendapat, bahwa kegiatan ini sebenarnya sukar dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan, dan lebih tepat kalau disebut sebagai kegiatan pengajaran. 

Pendidikan Islam Indonesia dapat diandalkan untuk memelopori kegiatan pengembangan sistem pendidikan nonformal dalam masyarakat. Sedangkan pendidikan Islam di madrasah serta lembaga pendidikan umum yang bernafaskan Islam merupakan wahana yang dapat dipergunakan oleh umat Islam untuk ikut mendorong lahirnya proses peremajaan sistem pendidikan formal . 
Pendidikan Islam jenis keempat, yaitu pelajaran agama Islam di sekolah umum merupakan kegiatan dengan posisi yang bersifat marginal. Artinya tidak banyak yang dapat dilakukan oleh para pendidik Islam lewat pendidikan jenis ini untuk memberikan sumbangan yang berarti bagi lahirnya proses peremajaan sistem pendidikan Kekuatan utama, dari pondok pesantren sebagai lembaga penyelenggara pendidikan nonformal terletak pada kemampuannya untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada segenap golongan umur dan masyarakat. 

Di lain pihak, keterbatasan yang terdapat pada pondok pesantren sebagai pusat pendidikan non-formal ialah bahwa pelayanan pendidikan yang diberikannya kepada masyarakal terpusat pada soal keagamaan semata-mata. Padahal kebutuhan masyarakat luas akan pelayanan pendidikan di masa sekarang meliputi berbagai macam jenis, seperti kesehatan, pertanian, berbagai jenis teknologi, pengetahuan umum, dan sebagainya.

Dua Jalur 
Proses peremajaan sistem pendidikan formal perlu dilakukan lewat dua jalur kegiatan, yaitu: jalur kegiatan untuk mengangkat mutu pendidikan di sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah; dan jalur kegiatan untuk mendorong sekolah dan madrasah mengantisipasi persoalan yang diperhitungkan akan muncud di masa depan. Melalui perkembangan ini, pendidikan formal kita akan mampu melahirkan angkatan-angkatan yang makin takwa, makin cerdas dan makin terampil.

5. Problematika Pengajaran PAI di Sekolah Umum
Menurut Ahmadi yang dikutip oleh Akmal Hawi, pendidikan adalah suatu aktivitas yang merupakan proses itu banyak dijumapai probelema yang memerlukan pemikiran dan pemecahannya. Proses problematika yang menyangkut proses pendidikan yaitu 5W-1H:
a) Problematika Who
Dalam pendidikan, problematika Who adalah masalah pendidikan (Subyek) yang melaksanalkan aktivitas pendidikan dan masalah anak didik (Obyek) yang dikenai sasaran aktivitas pendidikan.
1) Problem Pendidikan
2) Problem anak didik:
Minat Siswa
Perhatian Siswa
Cara Belajar Siswa

b) Problematika Why
Dalam proses pendidikan, tidak semua pelaksanannya bisa berjalan dengan lancar, tetapi juga akan dijumpai rintangan-rintangan/hambatan. Kesulitan tersebut bisa terdapat pada semua faktor pendidikan yang menghabat jalannya proses pendidikan.

c) Problematika Where (Pola Pendidikan Islam dalam Keluarga)
Ada tiga tempat pendidikan bagi seorang anak yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sistem pendidikan pada masing-masing tempat tersebut tidak sama dan modelnya pun berbeda. Problem pendidikan sebagai pendidikan anak-anak antara lain situasi keluarga itu sendiri dan letak dan kualitas keluarga itu betada dimana. 
d) Problematika When
Masalah when (kapan) yaitu kapan bagusnya saat yang tepat untuk memberikan suatu pujian bagi tingkat perilaku anak didik yang positif, pemberian tugas. Berkenaan dengan usia anak sebaiknya harus tahu kapan waktu-waktunya untuk memberikan berbagai model pendidikan kepada anak sesuai tingkat usianya.
e) Problematika What
Problem What (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan/materi, sarana, prasarana, dan media.
f) Problematika How
Masalah how (bagaimana) berkenaan dengan cara didik/metode yang digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik mempunyai bakat yang berbeda-beda. Pendidikan harus mengakui adanya perbedaan itu.

6. Solusi dari Problematika Pengajaran PAI
Upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum PAI di SMP dan SMA pada masa yang akan datang, menurut Abdurahmansya dan M. Fauzi yang dikutip oleh Akmal Hawi adalah:
a. Pelaksanaan pendidikan agama Islam harus lebih etensif dengan lebih menekankan pada pendidikan akhlak.
b. Penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan intersipliner yaitu dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.
c. Agar pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil maksimal maka jam pelajarannya perlu di tambah dari 2jam/minggu menjadi 4jam/minggu.
d. Pendekatan ekstrakulikuler pengajaran PAI harus di bawa ketatanan realitas sosial, tidak hanya sebatas teori dan berlangsung dalam kelas semata.
e. Evaluasi yang harus dikembangkanadalah mengukur sikap prilaku keberagaman.
f. Perlunya meningkatkan fasilitas, kualitas keilmuan dan kesejahteraan guru agama serta menciptakan pendidikan yang lebih kondusif dan agamis.  

Abuddin Nata dalam bukunya Manajemen Pendidikan memberikan solusi. Solusi tersebut yaitu:
a. Mengubah orientasi dan fokus pengajaran agama yang semula berpusat pada pemberian pengetahuan agama dalam arti memahami dan menghafal ajaran agama sesuai kurikulum, menjadi pengajaran agama yang berorientasi pada pengalaman dan pembentukan sikap keagamaan melalui pembiasaan hidup sesuai dengan agama.
b. Melakukan kegiatan ekstrakurikuler yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekanan utamanya pada pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari.
c. Meningkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh orang tuanya di rumah dan guru di sekolah.
d. Melaksanakan tradisi keislaman yang didasarkan pada al Qur’an dan as-sunnah yang disertai dengan penghayatan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.
e. Pembinaan sikap keagamaan melalui media informasi dan komunikasi.  

D. Realitas dan Problem Pembelajaran PAI
Pembelajaran dalam dunia pendidikan selama ini masih menggunakan metode tradisional, yaitu pembelajaran sekadar menyampaikan materi pengetahuan (transfer of knowledge) bukan menanamkan nilai dan moral (transfer of value). Guru dalam pembelajaran masih memiliki peran dominan. Guru dijadikan atau menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber materi pelajaran. Pendekatan yang digunakan hanya pendekatan ceramah, diskusi, atau tanya jawab. Pendekatan pemecahan masalah, kajian lapangan, ataupun telaah kasus belum dapat diimplementasikan dalam pembelajaran.

Pembelajaran ini masih sangat sekuler, karena mata pelajaran diposisikan terpisah dari materi pelajaran lain. Pendidikan agama baru dilaksanakan dalam legal formal (hukum), pendidikan agama belum menjadi inti kurikulum. Akibatnya, pendidikan agama belum mampu mewarnai dan menjiwai kurikulum dalam proses pendidikan. Pendidikan agama hanya sebatas komponen kurikulum yang memiliki kedudukan sama dengan materi pelajaran umum lain, seperti matematika, fisika, biologi, olahraga, dan kesenian. Akibatnya, tanggung jawab guru sebatas seperti halnya ruang lingkup materi pelajaran yang mereka ajarkan. Guru olahraga, matematika, biologi, ataupun kesenian merasa tidak memiliki tanggung jawab pembinaan moral siswa. Mereka menyerahkan semua problem siswa kepada guru agama saja.

Pembelajaran yang mengarah kepada kecerdasan spiritual perlu diawali dari penciptaan sistem penyusunan kurikulum yang menjadikan pendidikan agama (keimanan) sebagian inti kurikulum pendidikan. Pendidikan agama tidak lagi dijadikan komponen mata pelajaran, tetapi benar-benar mewarnai segala jenis mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan. Mewujudkan pembelajaran bernuansa kecerdasan spiritual dapat dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut.

Pertama, ada komitmen semua komponen aparat pendidikan mengenai pentingnya pendidikan keagamaan (keimanan) menjadikan inti kurikulum pendidikan. Dengan demikian, tidak perlu lagi berdiskusi tentang perlunya pendidikan agama sebagai inti kurikulum atau tidak.

Kedua, diperlukan kualifikasi tenaga pengajar (guru) yang memiliki kemampuan pengetahuan lintas sektor. Artinya, guru agama tidak hanya memiliki pengetahuan sebatas mata pelajaran yang diajarkan. Guru agama di samping memiliki ilmu pengetahuan agama juga memiliki wawasan pengetahuan di luar mata pelajaran agama Islam, misalnya pengetahuan sosiologi, antropologi, kewarganegaraan, pemerintahan dan politik

Ketiga, perlu direalisasikan penanaman keimanan melalui mata pelajaran selain mata pelajaran agama. Bagaimana mata pelajaran IPA, matematika, biologi, fisika, olahraga, kesenian, kewarganegaraan, dan sosiologi dapat dijadikan sarana untuk menanamkan dan menumbuhkan kualitas keimanan dan moralitas bagi siswa. Karena, selama ini penanaman dan pembinaan keimanan dan akhlak siswa hanya dilakukan melalui mata pelajaran agama (untuk SMU) dan fiqih, tauhid, bahasa arab, dan sejarah Islam (untuk madrasah). Mata pelajaran ini hanya mengajarkan bagaimana memiliki pengetahuan kognitif yang kering terhadap materi afektif.

Keempat, perlu dilakukan pembinaan kemampuan para guru dalam pembelajaran. Pendekatan, metode, dan teknik baik guru agama maupun mata pelajaran umum hendaknya menumbuhkan kualitas keimanan siswa melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian wawasan pengetahuan keagamaan bagi guru mata pelajaran umum dan pemberian wawasan pengetahuan umum bagi guru pengampu mata pelajaran agama.

Kelima, sebaik-baik penyusunan materi kurikulum jika tidak didukung sistem suasana kondusif tidak akan efektif. Konsekuensinya, dalam proses pendidikan perlu diciptakan lingkungan agamis untuk pembelajaran. Mulai dari etika pergaulan antara guru dan siswa, semua guru, sesama siswa, antara pimpinan dan bawahan harus benar-benar mencerminkan etika pergaulan yang penuh kekeluargaaan, kesejahteraan, dan penghormataan sesama dengan menjunjung tinggi nilai dan norma keagamaan. Di samping itu, perlu kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran terutama sarana yang dapat mendukung penanaman kualitas keimanan siswa.

Keenam, iklim kepemimpinan harus mencerminkan upaya penciptaan, penanaman, dan pembentukan kualitas keimanan. Konsekuensinya, pola kepemimpinan harus senantiasa mengikuti tingkat perkembangan dan tuntutan budaya masyarakat. Metode uswantun hasanah (suri teladan) seperti dipraktekkan Rasul menjadi inti pelaksanaan kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan. Pada era reformasi seorang pemimpin harus benar-benar ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, jangan sampai berubah menjadi ing ngarsa ngumbar angkara, ing madya numpuk bandha, tut wuri nyerimpeti. Setelah dilaksanakan pembelajaran yang berorientasi kecerdasan spiritual, akan tercipta profil siswa memiliki muatan pengetahuan kognitif secara maksimal, yang maksimal pula dalam muatan moralitas.
E. Kunci Sukses Guru PAI
Kualitas guru termasuk juga guru Pendidkan Agama Islam (PAI) ditentukan oleh kinerjanya yang meliputi dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses pendidikan dan pembelajaran. Oleh sebab  itu kunci sukses dari seorang guru terletak sejauhmana guru itu mampu menunjukkan kinerja profesinya.

Secara umum, sukses dipahami kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mampu memperoleh hasil secara maksimal.Kata kunci yang perlu dipahami terkait dengan kesuksesan adalah sesuai aturan dan memperoleh hasil maksimal.Apa yang dikerjakan harus berbasis aturan, norma atau perundang undangan. Artinya seseorang dikatakan sukses menjalankan tugasnya jika apa yang dikerjakan selalu berdasarkan aturan yang berlaku.Sukses juga dilihat dari hasil yang diperoleh. Indikator seseorang dikatakan sukses jika apa yang dikerjakan berdasar aturan tersebut mampu melahirkan hasil secara maksimal dan sesuai harapan. Meskipun dikerjakan sesuai aturan tetapi tidak mampu mendatangkan hasil secara optimal, maka tidak layak dikategorikan sukses, sebaliknya meskipun memperoleh hasil yang maksimal, tetapi tidak didasarka atura yang benar, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikategrikan kesuksesan.

Undang Undanag nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen djelaskan bahwa Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, meneliti, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah (pasal 1 ayat 1).

Berdasarkan rumusan tersebut, maka sebenarnya lokasi kerja guru adalah di dalam sekolah formal melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran yang didalamya terdiri dari mendidik, melatih, membina, mengevaluasi, menilai pembelajaran. Menilai atau mengetahui kinerja guru harus dilihat dari sejauhmana kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

Guru pendidikan agama Islam (PAI) memiliki tugas ganda yaitu melaksanakan tugas sebagai profesi guru yang menekankan aktivitas mendidik, melatih, membina, mengevaluasi dan menilai pembelajaran juga memiliki tugas mengajarkan nilai nilai agama Islam yang lebih banyak menekanakna spek kognitif dan affektif secara seimbang. Guru PAI selain pandai melaksanakan pembelajaran juga harus cedas menjelaskan pesan pesan agama Islam agar nilai nila agama Islam benar benar dapat diimplementasikan kedalam kehidupan sosial. Konsekeeunsinya guru PAI selains ebagai pendidik professional juga harus mampu bertindak sebagai seorang mubaligh (juru dakwah islam). Inilah letak perbedaan esensial antara guru PAI dengn guru non PAI.

Perbedaan tugas dan tanggung jawab ini berimplikasi kepada tingginya tuntutan keberhasilannya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh guru PAI agar sukses dalam menjalankan kinerjanya.Ada tuga hal yang harus dipahami secara utuh oleh guru PAI agar memiliki peluang tinggi untuk mencapai kesuksesan kinerja dalam menjalankan tugas profesinya.Tiga hal itu adalah memiliki pemahaman secara utuh tentang pembelajaran, memahami secara utuh tentang kompetensi dan memahami secara utuh tentang kode etik guru.
Pertama, Pemahaman tentang pembelajaran. Pembelajaran memiliki peran cukup dominan untuk melahirkan mutu lulusan.Apa yang dikerjakan guru dalam pembelajaran memiliki pengaruh besar lahirnya lulusan yang cakap dan cerdas. Kesalahan guru dalam pembelajaran akan berimplikasi kepada rendahnya mutu lulusan. Banyak fenomena rendahnya sikap dan perilaku siswa daam kehidupan seperti mudahnya tawuran antar pelajar, ketidak jujuran daam menjalani kehidupan merupakan cermin kegagalan guru dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran jika dilihat dari prosesnya, ada dua macam jenis pemebelajaran yaitu pembelajaran yang efektif dan pembelajaran yang efisien.Pembelajaran dikatakan efektif jika pembelajaran tersebut mampu menambah informasi atau pengetahuan baru bagi peserta didik.Apa yang dijelaskan guru benar benar informasi yang belum dipahami atau belum dimengerti oleh peserta didik. Mayoritas pembelajaran di sekolah telah memenuhi kreteria pembelajaran efektif.Tetapi pembelajaran yang efektif seringkali tidak didukung dengan pembelajaran yang efisien.

Pembelajaran dikatakaan efisen jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, memotivasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan.Pembelajaran tidak dilaksanakan dnegan penuh “terror” dan mencemaskan sehingga peserta didik selama menjalani pembelajaran penuh dnegan tekanan dan dipenuhi rasa takut.Perasaan tertindas selamaa mengkuti pembelajaran berakibat tidak senangnya peserta didik untuk mengembangkan pelajaran.Sebenarnya tidaka da pelajaran yang sulit atau mudah. Pada dasarnya semua pelajaran memiliki tingkat kesulitan yang sama. Faktor pengalaman masa lalu yang dialami peserta didik terhadap pelajaran tertentu mengakibatkan peserta didik tidaka menyukai pelajaran tertantu.Contoh, masih banyak pesrta didik tidak suka pelajaran Matematika, Fisika, IPA, Statistik itu bukan disebabkan materi tersebut memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, tetapi bisa saja peserta didik memiliki pengalaman buruk saat belajar pelajaran tersebeut.Mungkin gurunya galak, mungkin ssuasana pembelajaran tersebut dikemas dalam suaasana menakutkan.

Guru PAI harus mampu mewujudkan pembelajaran yang efektif dan pembelajaran yang efisien. Materi agama islam tidak akan berhasil jika tidak dilaksanakan melalui pembelajaran yang efektif dan pembelajaran yang efisien. Agama selalu mengajarkan kedamain, kesejahteraan, saling menghormati dan saling menghargai. Islam tidak akan bisa diajarkan dengan kekerasan dan gerakan yang menakutkan.

Kedua, memahami dana mengaplikasikan kompetensi. Kompetensi dalah seperangkat pengetahuan dan ketrampilan yang dijadikan landasan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.Seorang guru dapt dikatakan memiliki kompetensi jika memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan.Kata seperangkat memiliki arti jamak atau banyak.Guru tidak cukup hanya memiliki satu pengetahuan dan satu ketrampilan, melainkan harus memiliki banyak pengetahuan dan banyak ketrampilan.
Keberhasilan pembelajaran perlu didukung dengan banyaknya pengetahuan dna ketrampilan yang dimiliki oleh guru. Pembelajaran meneyangkut banyak dimensi seperti dimensi psikologis, sosiologis, metodologis, geografis.Dengan demikian, untuk melahirkan kinerja yang ideal gur mutlaq perlu memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang bervariasi. Guru harus memiliki pengatahaun tentang cara mendidik, pengetahuan tentang cara mengevaluasi, pengetahuan tentang motivasi, tentang metode pembelajaran, tentang nilai nilai agama islam. Selain itu guru PAI juga harus memiliki ketrampilan tehnis seperti cara yang efektif untuk menjelaskan materi kepada peserta didik, memiliki cara yang efektif untuk melaksanakan metode, memiliki ketrampilan tehnis melaksanakan penilaian dna pengolahan nilai (skor) hasil belajar.

Ada dua macam kompetensi yang hars dimiliki semua guru termasuk guru PAI. Pertama kompetensi berdasarkan amanah undang undang dna kompetensi berdasarkan tuntutan akademik atau keilmuan. Berdasarkan amanah atau persepktif undang undang, guru sedikitnya amemiliki 4 (empat) kompetensi yaitu (a) kompetensi kepribadian (b) kompetensi Sosial (c) kompetensi pedagogic (d) kompetensi professional.

Kompetensi kepribadian adalah seperangkat pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitaan dengan optimalisasi potensi pribadi masing masing guru.Artinya guru dikatakan memiliki kompetensi kepribadian jika potensi kepribadiannya dikembangkan secara posotif seperti guru tidak mudah emosional, guru harus sabar, guru harus cerdas, guru harus disiplin, guru harus bertanggung jawab atau amanah, guru harus berwawasan luas, guru harus kreatif. Kualitas yang ada di dalam kepribadian akan menentukan kualitas kompetensi selanjutnya yaitu kompetensi social. 

Kompetensi sosial adalah seperangkat pengetahuan dna ketrampilan yang dimiliki guru  yang berkaitan dengan interaksi atau komunikasi dengan orang lain. Guru harus memiliki kemamuan menghargai orang lain, menghormati orang lain, memiliki jiwa toleran atau moderat, memiliki komitmen untuk membantu orang lain jika  orang lain memiliki kesulitan.

Kompetensi pedagogik adalah seperangkat pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan dalam proses pembelajaran. Guru dikatakan memiliki kometensi pedagogic jika guru tersebut memiliki pengetahaun dna ketrampilan dalam melaksanakan proses pembelajaran seperi guru harus.  Guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan menjelaskan materi, memiliki kemamuan dan ketrampilan menjawab pertanyaan, memiliki pengehuan dan ketrampilan memberkan solusi atas persoalan yang dimiliki peserta didik. Setinggi apapun kecerasan guru, jika guru tersebeut tidak memiliki komunikasi dan tidak memiliki sikap yang baik dalam berkomunikasi dan pergaulan, maka kinerja guru akan gagal.

Kompetensi profesional adalah seperangkat pengetahuan dna ketrampilan yang berkaitan dengan profil yang ideal bagi guru. Artinya guru ayak dikatakan memiliki kompetensi professional jika aspek kepribadian, aspek social dan aspek pembelajaran (pedagogic) benar benar dapat di laksanakan secara optimal.

Selain kompetensi berdasarkan undnag undnag, guru PAI juga dituntut memiliki  10 (sepuluh) macam kompetensi dasar, antara lain:
1. Guru harus menguasai bahan. Bahan pembelajaran khususnya materi atau bahan Pendidikan Agama islam (PAI) meliputi bahan pokok dan bahan pengayaan. Bahan pokok adalah bahan yang ada di dalam buku pedoman atau buku pokok. Sedangkan bahan pengayaan adalah bahan dari pelajaran lainnya yang memiliki keterkaitan dnegan pelajaran yang ada di ajarkan. Seperi pelajaran zakat juga harus didukung dengan materi tentang kemiskinan, manajemen, psikologi dan sosiologi.
2. Guru harus memiliki ketrampilan mengelola program belajar mengajar. Guru harus memiliki ketrampilan menyusun RPP, atau perangkat pembejaran.
3. Guru harus memiliki ketrampilan mengelola interaksi belajar mengajar. Guru harus memiliki ketrampilan untuk mempercepat pemahaman materi bagi peserta didik. Guru dikatakan memiliki ketrampilan interaksi belajar mengajar jika gaya atau cara peneyampaian materinya mudah dipahami oleh peserta didik.
4. Guru harus memiliki ketrampilan mengelola kelas. Guru harus mamu menciptakan suasnaa kelas yang nyaman aman secara psiokologis bagi siswa selama menjalani aktivitas pembelajaran.
5. Guru harus memiliki ketrampilan menggunakan sarana pembelajaran.
6. Guru harus memiliki landasan kependidikan. Artinya guru haruss memiliki cara fikir atau pengetahuan yang tepat tentang apa itu sekolah, apa itu siswa, apa itu pembelajaran, apa itu evaluasi. Jika guru salah dalam memahami istilah tersebut, maka pembelajaran berpotensi gagal sangat besar.
7. Guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang administrasi sekolah. Guru tidak cukup hanya bisa menjalankan tugas pembelajaran.
8. Guru harus memiliki pemahaman yang tepat tentang funsgi evaluasi. Bahwa evaluasi tidaka hanya untuk menilai kualitas daya serap siswa tetapi juga untuk evalausi keberhasilan guru dan juga bisa untuk evalausi kebijakan.
9. Guru harus memiliki pemahaman yang utuh tenga fungsi bimbingaan dan konseing. Bimbingan dna konseling tidak diposisikans ebagai polisi sekolah atau satpam sekolah tetapi benar benar berfungsi sebagai pembimbing problem siswa.
10. Guru haarus mampu menafsirkan hasil hasil penelitian untuk pembelajaran.

Ketiga, memiliki pemahamana dan kemampuan mengaplikasikan kode etik Guru. Salah satu elemen yang tidak mungin dinafikan terkait dengan kinerja guru termasuk guru PAI adalah seberapa jauh guru itu mampu memahami dan mempu mengaplikasikan kode etik guru dalam kehidupan sosialnya. Kode etik adalah auran atau norma yang dimaksudkan untuk mengikat secara etik bagi profesi tertentu. Semua guru harus memperhatikan kode etik guru agar pelaksanaan tuasnya benar benar sesuai harapan. Kode etik guru ada 9 (Sembilan) macam antara lain:
1. Guru harus mengajarkan pelajaran sesuai dengan filosofi bangsa.negara. Guru PAI harus menjelaskan materi pelajaran benar benar sesuai dengan makna filosofi pancasila. Jika ada guru mengajarkan tentang pentingnya pendirian negara islam,berarti tidak sesuai dengan filosofi bengsa Indonesia, karena bertentangan dnegan pancasila,
2. Guru harus memiliki kejujuran profesional.
3. Guru harus memiliki informasi yang lengkap tentang perkembangan pemebelajaran peserta didik.
4. Guru harus memiliki kerjasama yang baik dengan masyarakat atau orang tua siswa.
5. Guru harus smemiliki kerjasama yang baik dengan sesama guru
6. Guru harus mampu mewujudkan suasan yang kondusif untuk pembelajaran dis ekolah.
7. Guru memiliki komitmen selalu mengembangkan potensi, pengetahuan dna ketrampilan yang dimiliki.
8. Guru harus memiliki komitmen untuk mengembangkan dan mengfunsgikan organisasi prfsinya.
9. Guru harus sanggup melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Keberhasilan sekolah/madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat, pemimpin masyarakat, dan pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini.  Sebaliknya, kegagalan sekolah/madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat.
2. Adapun ruang lingkup pendidikan islam meliputi Pendidikan Agama Islam Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum. Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam bertujuan untuk “meningkatkan keimanan, penghayatam, dan pengalaman peserta didik tentang agama, Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt.
3. Problem pendidikan islam meliputi problem kualitas, nasib lembaga pendidikan swasta, lingkaran setan madrasah swasta, problem pendidikan islam masa kini, dan problem pengajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah umum. Salah satu solusi dalam mengatasi problematika pengajaran Pendidikan Agama Islam adalah melaksanakan tradisi keislaman yang didasarkan pada al Qur’an dan as-Sunnah yang disertai dengan penghayatan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya

B. Saran-saran
Sebelum terlambat, madrasah disarankan untuk lebih memperhatikan masalah kualitas pendidikan umum ini bagi para santrinya.



DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, 1999, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hawi, Akmal, 2008, Kapita Selekta Pendidikan Islam, IAIN Raden Fatah Pers: Palembang.
Maksum. Madrasah. 1999. Sejarah dan Perkembanganya. Jakarta: Logos.
Qomar, Mujamil, 2007, Manajemen Pendidikan Islam, Erlangga: Malang.
Sagala, Syaiful, 2009, Administrasi Pendidikan Kontenporer, Alfabeta: Bandung.
Saleh, Rachman. 1979. Penyelenggaraan Madrasah. Jakarta: Dharma Bhakti.
Sutingkir, 1985, Membina Siswa, Mutiara Sumber Widia: Jakarta.
http://newbarokahcomputer.blogspot.co.id/2010/10/isu-dan-problem-pendidikan-di-madrasah.html diakses Sabtu, 15 September 2019, pukul 20.00.
http://rionata93.blogspot.co.id/2012/08/kapita-selekta-pendidikan-islam-isu-isu.html diakses Sabtu, tanggal 15 September 2019, pukul 21.30.







Read more...